Showing posts with label pencegahan polusi. Show all posts
Showing posts with label pencegahan polusi. Show all posts

Peralatan Pencegahan Pencemaran Minyak diatas Kapal

 
cara Penggunaan Alat-alat Pencegahan Pencemaran Minyak oil boom diatas Kapal

Peralatan Pencegahan Pencemaran Minyak diatas Kapal

Setiap Kapal Mempunyai peralatan pencegahan pencemaran minyak yang buat berdasarkan jenis dan ukuran kapal sesuai dengan peraturan ANNEX 1 Marpol 73/78 berikut penjelasannya:

Baca: ANNEX 1 Marpol 73/78

Kapal selain kapal Tanker Ukuran ≥ 400 GRT 

  1. Oil Water Separator (OWS : Alat pemisah air dengan minyak)
  2. Sludge Tank (Tanki Minyak Kotor)
  3. Standard Discharge Connection (Sambungan Pembuangan Standard)
  4. Segregation of Fuel Oil/Ballast Water Pemisahan bahan bakar dengan air ballast ) bagi kapal selain kapal tanki minyak ukuran 400 GRT keatas dan kapal tanki minyak ukuran 150 GRT keatas (kecuali kapal lama)
  5. Oil Record Book (Buku Catatan Minyak)


Kapal Tanki Minyak Ukuran ≥ 150 GRT

Jenis :  Crude Oil < 20.000 DWT Product Oil < 30.000 DWT
  1. Oil Water Separator
  2. Storage Tank
  3. Standard Discharge Connectin
  4. Segregation of Fuel Oil/Ballast Water
  5. Slop Tank (Tanki Endap)
  6. Oil Water Interface Detector (Detektor batas antara minyak dan air)
  7. Oil Discharge Moniutoring and Control System (Pemonitoran dan pengawasan buangan berminyak)
  8. Discharge Manifold for Shore Reception Facilities (Manifold pembuangan dari ruang muat ke sarana penampungan di darat)
  9. Discharge of Effuent to Sea Above Deepest Ballast Water Line (Pembuangan limbah ruang muat ke laut diatas garis air/sarat balas terdalam)
  10. Means for Stopping Discharge (Peralatan untuk menghentikan pembuangan limbah berminyak dari ruang muat, kecuali kapal lama)
  11. Tank Size Limitations (Pembatasan ukuran Tanki), kecuali kapal lama.
  12. Subdivision and Stability, kecuali kapal lama seperti butir 10 diatas.
  13. Oil Record Book

Baca: Penyebap Terjadinya Tumpahan Minyak Di Kapal

Kapal tanki minyak ukuran ≥ 20.000 DWT 

Untuk mengangkut minyak mentah dan ukuran ≥  30.000 keatas untuk mengangkut minyak olahan, diatur khusus dengan penambahan beberapa persaratan yang diharuskan.


Penggunaan Alat-alat Pencegahan Pencemaran Minyak diatas Kapal

Peralatan satu polusi tumpahan minyak harus digunakan sebagaimana fungsinya secara benar. Terkadang peralatan sudah ada tetapi pemasangannya tidak maksimal sehingga tumpahan minyak tidak tertangani sebagaimana mestinya. 

a) Oil Boom 

Untuk mencegah meluasnya tumpahan minyak, di sekeliling kapal dipasang Oil Boom. Boom bisa dikatakan sangat efektif mencegah penyebaran tumpahan minyak. 
  1. Entrainment Kegagalan ini karena adanya arus balik yang timbul karena oil boom ditarik terlalu cepat. 
  2. Drainage Minyak terlalu berkumpul pada oil boom. 
  3. Splashover Minyak melewati freeboard oil boom.
  4. Planning Karena angin tertiup terlalu kencang dari arah yang berlawanan posisi “sweeping” atau kurangnya pemberat Oil Boom.

b). Absorbent 

Terkadang absorbent tidak lagi menyerap minyak karena sudah mengandung minyak dan tidak diperas setelah dia dipakai. 

c) Dispersant 

Kurang efektifnya penggunaan dispersant kadang dikarenakan tidak/kurang spray terhadap lapisan minyak. 

d). Skimmer 

Penataan skimmer yang baik selain akan mengisap minyak dengan sempurna juga akan mencegah penyebaran minyak. 

Oil Spiil Prevention Drill

drill pencegahan pencemaran akibat tumphan minyak, semua kru kapal mempunyai tugas masing masing sesuai yang tertera di sijil awak kapal

Prosedur penanganan tampahan minyak 

Prosedur yang harus dilaksanakan dan menjadi tugas serta tanggung jawab masing-masing kru baik dalam latihan maupun dalam menghadapi keadaan sebenarnya harus sesuai dengan apa-apa yang tertulis dalam SOPEP yang telah dijabarkan dalam Shipboard Oil Pollution Emergency Plan (SOPEP) Drill.

Semua kru terlibat Dalam Oil Spiil Prevention Drill dan harus melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Pada kenyataannya di lapangan, pada saat mengalami keadaan sebenarnya semua kru panik dan tidak melaksanakan tugasnya seperti yang tertera di sijil, melainkan berjalan sesuai dengan pengalaman masing-masing dan ingin secepatnya menanggulangi tumpahan minyak. 
Namun, karena tidak terkoordinir malah menjadi semakin lama menguasai keadaan dan sebagian kru juga tidak familiar dengan tugas-tugas khusus yang diembannya menghadapi tumpahan minyak di kapal, dengan tugas masing-masing individu, seperti yang tertera dalam  sijilpenanganan tumpahan minyak ( Oil Spill Prevention Drill ) 


Sijil Penanganan Tumpahan Minyak

Berikut ini merupakan sijil awak kapal Oil Spiil Prevention Drill dalam menangani tumpahan minyak dikapal yang di bagi berdasarkan jabatan (rank) kru diatas kapal yaitu COMMAND TEAM,  ROVING TEAM, EMERGENCY TEAM

COMMAND TEAM (CODE CHARLIE  VHF CH.77)

  1. Rank  MASTER Duty General command
  2. Rank  3th  OFFICER Duty Compile communication, record all event&assist the Master

ROVING TEAM (CODE ROMEO VHF CH.77)

  1. Rank CH.ENGINEER DutyAttend to E/R service/ control, report status of M/E, A/E, to C/T
  2. Rank 2nd  ENGINEER Duty Assit 2/E, shut/ stop ventilation and isolate elect supply as required

ROVING TEAM CODE ROMEO VHF CH.77 

  1. Rank 3th ENGINEER JR ENGINEER Duty Assit C/E, shut/ stop ventilation and isolate elect supply as required
  2. Rank  4th ENGINEER Duty Assist C/E in engine room & waiting order
  3. Rank ELECTRICIAN  Duty Assit C/E, shut/ stop ventilation and isolate elect supply as required
  4. Rank  OILER-A Duty Assit C/E, shut/ stop ventilation and isolate elect supply as required

EMERGENCY TEAM (CODE ECHO VHF CH.77) 

  1. Rank CH. OFFICER  Duty Assess & identify spill souce and inform to C/T, control & organize oil spill containment
  2. Rank PUMP MAN - A Duty Prepare oil spill gear & clean up deck from disposal of residu (comm.. team A)
  3. Rank  Q/M - A,B SAILOR - A,B OILER 1 & WIPER Duty Assist pum man prepare ol spill gear like as ch off order
  4. Rank PUMP  MAN - B Duty Prepare oil spill gear & clean up deck from disposal of residu (comm.. team B)
  5. Rank Q/M – C,D SAILOR – C,D OILER – B,C Duty Assist pump man prepare ol spill gear like as ch off order

BACK UP TEAM (CODE BRAVO VHF CH. 77)

  1. Rank 4th OFFICER Duty Assist Ch Officer at location, contro & isolate spill source
  2. Rank DECK CADET ENGINE CADET Duty At location ready to assist emergency team & waiting Ch. Officer order

FIRST AID TEAM (CODE FOXTROT VHF CH. 77)

  1. Rank 2nd OFFICER Duty Provide first aid & assist as required
  2. Rank CH. COOK 2nd   COOK M/BOY – A & B Duty Assist 2nd & assist as required
Dalam pelaksanaan Oil Spiil Prevention Drill, kesiapan dan kesigapan kru akan dapat dicapai dengan kewaspadaan dan kepedulian yang tinggi dalam semua operasional kapal. Hal ini bisa direalisasikan salah satu caranya dengan adanya training dan pelatihan-pelatihan keadaan darurat. 
Dengan dibuatnya organisasi sijil penanggulangannya keadaan darurat akan memiliki keuntungan-keuntungan antara lain.
  1. Tugas dan tanggungjawab kru tidak terlalu berat karena dipikul bersama-sama.
  2. Dapat mengurangi tindakan-tindakan yang kurang/tidak disiplin, karena tugas dan tanggungjawab tiap-tiap kru dapat diberikan secara tertulis.
  3. Perintah atau intruksi-intruksi akan lebih terarah sehingga akan terhindar dari kesimpagansiuran, karena hanya ada satu komando 
  4. Dapat terhindar dari hambatan hirarki formal 
  5. Semua individu merasa terkait 
  6. Bila terjadi kegagalan, maka dapat dipelajari untuk perbaikan selanjutnya 

Penyebap Terjadinya Tumpahan Minyak Diatas Kapal

penyyebap terjadinya tumpahan minyak diatas kapal yang berasal dari sumber pencemaran

Sumber-sumber pencemaran

Sumber-saumber yang menjadi penyebabbterjadinya pencemaran, dalam hal ini khususnya pencemaran laingkungan laut antara lain.

1).Tumpahan minyak karena kecelakaan

Tumpahan minyak yang disebabakan oleh kecelakaan kapal jumlahnya relative besar dan pengaruh yang ditimbulkannyapun cukup besar, namun hal ini jarang terjadi. Misalnya kapal kandas, tenggelam, atau tubrukan antar kapal tanker atau kapal barang pengangkut bahan baker/kapal bunker. Tumpahan minyak karena kecelakaan kapal tanker mempunyai andil ± 12 % dsari total penyebab tumpahan minyak.


2) Tumpahan minyak karena kegiatan operasional

Tumpahan yang terjadi relative kecil dan pengaruhnya yang ditimbulkan secara langsung uga klecil, namun hal ini sering paling sering terjadi sehingga sangat membahayakan lingkungan, antara lain dari.
  1. Dari ladang minyak didasar laut, baik melalui rembesan ataupun kesalahan pengeboran pada operasi minyak lepas pantai.
  2. Dari operasi tanker dimana minyak terbuang ke laut sebagai akibat dari pembersihan tanki, pembuangan air ballast, connection error dan lain-lain.
  3. Dari kapal-kapal selain tanker melalui pembuangan air bilge (Got)
  4. Dari operasi terminal pelabuhan minyak, dimana minyak dapat pada waktu bongkar-muat muatan dan pengisian bahan baker (Bunker)

Tumpahan Minyak Karena Faktor Alam

Faktor alam mempengaruhi dan menjadi penyebab adanya pencemaran tumpahan minyak mencapai ± 7 % total penyebab polusi. Faktor alam diantaranya seperti : gempa bumi, kebakaran, Lumpur lapindo dan lain-lain.

Penyebap Terjadinya Tumpahan Minyak Diatas Kapal

1)Kerusakan mekanis

  • Kerusakan dari sistim peralatran kapal
  • Kebocoran badan kapal
  • Kerusakan katub-katub hisap atau pembuangan ke laut
Kerusakan mekanis dapat diatasi dengan sistim pemeliharaan dan perawatan yang lebih baik serta pemeriksaan berkala oleh pemerintah/Biro Klasifikasi

2)Kesalahan manusia

Manusia mempunyai peran tertionggi dalam factor penyebab pencemaran, hal itu terjadi karena.
  • Kurang pengetahuan atau pengalaman
  • Kurang perhatian dari personil
  • Kurang ditaatinya peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
  • Kurangnya pengawasan 
Kesalahan manusia dapat diatasi dengan membnerikan training (latihan) kepada personil kapal untuk meningkatkan ketrampilan mereka, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih efektif menerapkan sepenuhnya perijasahan personil kapal.

Akibat Yang Timbul Karena Tumpahan Minyak

Akibat-akibat yang timbul karena tumpahan minyak tersebut adalah kerugian-kerugian bagi semua pihak baik bagi crew itu sendiri maupun bagi perusahaan dan juga lingkungan sekitar Bagi crew kapal berupa penderitaan akibat kecelakaan akibat dari tumpahan minyak tersebut seperti luka / memar, cacat, bahkan dapat menyebabkan kematian,dan kerugian bagi pihak perusahaan adalah kurangnya kepercayaan pencharter dan bagi lingkungan adalan pencemaran 

Isi Locker Sopep Di Kapal

sopep sebagai tempat penyimpanan alat-alat pencegahan tumpahan minyak yang ada diatas kapal
Penanganan Tumpahan Minyak

Untuk menangani adanya tumpahan minyak di kapal, hal-hal yang perlu dilakukan atau mekanisme kerja meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. adapun alat yang digunakan untuk menangani tumpahan minyak dikapal yaitu menggunakan peralatan yang terdapat di dalam locker sopep (Shipboard Oil Pollution Emergency plan).
Sopep merupakan perlengkapan yang wajib ada diatas kapal, Berikut ini merupakan peralatan-peralatan yang terdapat di dalam  locker sopep (Shipboard Oil Pollution Emergency plan).

Peralatan ISI SOPEP 

Peralatan dan kelengkapan SOPEP sangat menunjang keberhasilan penanganan tumpahan minyak. Berikut ini daftar peralatan anti polusi minyak yang ada di kapal:

  1. Empty drum @ 2001 10 buah berada di SOPEP Locker
  2. Portable Pump 2 buah  berada di Pump Room
  3. Oil Dispersant 200 1 berada di SOPEP Locker
  4. Saw Dust 20 karung berada di SOPEP Locker
  5. Sand 10 karung berada di SOPEP Locker
  6. Absorbent Mat 50 rill berada di Pump Room
  7. Dust Pan 15 buah berada di SOPEP Locker
  8. Shovel 10 buah berada di SOPEP Locker
  9. Bucket 10 buah berada di Pump Room
  10. Scupper 20 buah berada di Pump Room
  11. Oil Bag 100 buah berada di SOPEP Locker
  12. Oil Boom  1 paket berada di SOPEP Locker

Berhasilnya pelaksanaan penanggulangan tumpahan minyak selain dengan peralatan SOPEP yang memadai dan kru yang terampil juga didukung dengan prosedur dan tata cara yang tertib. 

Tumpahan minyak sering kali memang terjadi dan diakibatkan karena keadaan kapal dan peralatan itu sendiri. Kapal yang sudah tua atau memang belum dilengkapi dengan piranti elektronik dan sistem kontrol yang memadai, semua kendali masih manual seringkali menjadi penyebab tidak terkontrolnya tumpahan dan pembuangan minyak dan menjadi polusi. 
Di kapal tempat penelitian sudah  ada control room, tetapi karena usia kapal yang sudah tua dan banyak terjadi kerusakan, sehingga banyak peralatan yang harus dikerjakan secara manual sehingga menyebabkan tidak terlihat adanya tinggi atau keadaan masing-masing tangki. 

Ini berakibat pada saat muat bongkar dari tangki kapal tidak diketahuinya jumlah yang ada. Juga pada kasus Load on Top tinggi Interface antara air dan minyak tidak terkontrol karena tidak tersedianya Oil / Water Interface Detector. 

Crude Oil Washing (COW) Adalah

fungsi Crude Oil Washing COW  Adalah

Crude Oil Washing (COW) 

Crude Oil Washing (COW) merupakan suatu sistem dimana tangki minyak pada kapal tanker dibersihkan di antara voyage tidak menggunakan air, melainkan dengan menggunakan minyak mentah (crude Oil) muatannya sendiri. Dengan Menggunakan minyak mentah sebagai pelarut membuat proses pembersihan menjadi lebih efektif daripada menggunakan air. Sistem ini sanagat membantu untuk mencegah pencemaran laut dari  operasional kapal Tanker.

Crude Oil Washinng diwajibkan bagi kapal tanker baru oleh Protokol 1978 untuk Konvensi MARPOL. Peraturan 33 MARPOL Annex I mewajibkan setiap kapal tanker minyak mentah baru dengan bobot mati 20.000 ton ke atas harus dilengkapi dengan sistem pembersihan tangki kargo menggunakan pencucian minyak mentah (crude oil washing). 

Operasi dapat dibagi menjadi tiga fase di mana dalam pemeriksaan berikut harus dilakukan.


1.Sebelum memulai operasi COW

Semua ceklist dilakukan sebelum kedatangan Operasi COW, Dengan lengkap dan didiskusikan dengan crew kapal  dan staff darat. Atur jalur komunikasi antara fasilitas kapal dan darat untuk operasi COW, Ship shore interface. Sinyal dan rambu darurat akan diskusikan untuk menghentikan operasi antara staf darat dan crew kapal 
  • Gas Inert Harus berfungsi dan kandungan oksigen harus kurang dari 5%
  • Alat analisis Oksigen harus diperiksa dan dikalibrasi agar berfungsi dengan baik
  • Alat analisis oksigen portabel harus tersedia dan diperiksa untuk berfungsi dengan baik
  • Pembacaan oksigen dalam bulkhead tanks harus diambil dari kedua sisi
  • Semua tangki harus diperiksa untuk tekanan gas inert positif
  • Memberikan tugas kepada semua crew kapal yang bertanggung jawab, satu orang akan ditugaskan untuk segera memeriksa kebocoran di sistem saluran pipa setelah operasi dimulai
  • Periksa semua peralatan di COW sistem untuk meyakinkan berfungsi dengan baik
  • Periksa dan tentukan pipa dan katup/valve di sistem COW untuk kapal ke darat


2.Saat operasi sedang dalam proses

  • Kondisi gas lembam yang harus sering diperiksa, tekanan tangki dan kadar O2
  • Pencucian minyak mentah harus dilakukan di tangki yang ditentukan sesuai dengan rencana, termasuk siklus pencuciannya
  • Orang yang bertanggung jawab agar selalu hadir di dek
  • Semua pipa didek dan katup harus sering diperiksa untuk mengetahui adanya kebocoran
  • Parameter dan kondisi operasi semua machinery yang digunakan dalam operasi harus sering diperiksa
  • Ullage gauge floats agar dinaikkan di tangki yang sedang dicuci
  • Trim harus cukup untuk membantu mencuci tangki bagian bawah (bottom washing)
  • Level tangki penampung secar terus menerus dimonitor untuk menghindari overflow


3.Ketika Operasi selesai

  • Pipa pencucian tangki dari minyak mentah di drain
  • Tutup semua katup/valve dipipa yang digunakan untuk operasi
  • Stop dan darin semua mesin yang digunkan dalam operasi
  • DSarain semua Cargo Pump setelah operasi selesai

Baca: Segregated Ballast Tank (SBT), Dedicated Clean Ballast Tank (CBT)


Sistem Pencegahan Pencemaran Minyak Di Kapal Tanker

Tiga Sistem Pencegahan Pencemaran Minyak yang wajib dimiliki kapal tanker, pengertian Segregated Ballast Tank, Dedicated Clean Ballast Tank, Crude Oil Washing

Tiga Sistem Pencegahan Pencemaran Minyak Di Kapal

Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sesedikit mungkin pembuangan minyak karena kegiatan operasi adalah melengkapi kapal tanker yang paling tidak salah satu dari ketiga sistem pencegahan :
Baca: jeni-jenis Kapal Tanker Beserta Ukuranya

  • Segregated Ballast Tank (SBT)

Segregated Ballast Tanks (SBT) Merupakan Tanki khusus air balas yang terpisah dari tanki muatan minyak maupun tanki bahan bakar minyak kapal. Sistem pipa juga dibuat terpisah, dan pipa air balas tidak boleh melewati tanki muatan minyak.

  • Dedicated Clean Ballast Tank (CBT)

Dedicated Clean Ballast Tanks (CBT) Adalah Tanki bekas muatan yang dibersihkan kemudian diisi dengan air balas. Air balas dari tanki tersebut, jika ingin dibuang ke laut harus melalui alat pengontrol minyak (Oil Dischane Monitoring), minyak dalam air tidak boleh lebih dari 13 ppm. Air yang dibuang tidak akan tampak bekas minyak di atas permukaan air.

  • Crude Oil Washing (COW)

Crude Oil Washing (COW) merupakan suatu sistem di mana tangki minyak pada kapal tanker dibersihkan di antara voyage bukan menggunakan air, tetapi menggunakan minyak mentah (crude Oil) muatannya sendiri. Dengan Menggunakan minyak mentah sebagai pelarut membuat proses pembersihan jauh lebih efektif daripada menggunakan air. Sistem ini sangat membantu dalam mencegah pencemaran laut dari  operasional kapal Tanker. Cara kerjanya Muatan yaitu menggunakan minyak mentah (Crude Oil) yang disirkulasikan kembali sebagai media pencuci tanki yang sedang dibongkar muatnnya untuk mengurangi endapan minyak tersisa dalam tanki.

Baca: Crude Oil Washing (COW)

Usaha Mencegah Dan Menanggulangi Pencemaran Laut | MARPOL

Usaha Mencegah Dan Menanggulangi Pencemaran Laut oleh MARPOL 73/78

Usaha Mencegah Dan Menanggulangi Pencemaran Laut

Pada awal tahun 1970-an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO dalam membuat sebuah peraturan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran laut, yang pada dasarnya sama dengan yang dilakukan sekarang, yakni melakukan kontrol yang sangat ketat pada struktur kapal untuk mencegah agar jangan sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran minyak ke laut. 

Dengan pendekatan demikian MARPOL 73/78 lantas memuat peraturan untuk mencegah agar seminimum mungkin minyak yang bisa mencemari laut.

Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan perubahan penekanan dengan menitik beratkan pencegahan pencemaran pada kegiatan operasi kapal seperti yang dimuat didalam Annex I terutama keharusan kapal untuk dilengkapi dengan “Oily Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems”.

Karena itu MARPOL 73/78 Consolidated Edition 1997 dibagi dalam 3 (tiga) kategori dengan garis besarnya sebagai berikut :


  • 1. Peraturan untuk mencegah terjadinya Pencemaran.
Kapal dibangun, harus dilengkapi dengan konstruksi dan peralatan berdasarkan peraturan yang diyakini dapat mencegah pencemaran terjadi dari muatan yang diangkut, bahan bakar yang digunakan maupun hasil kegiatan operasi lainnya di atas kapal seperti sampah-sampah dan segala bentuk kotoran.

  • 2.  Peraturan untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi
Jika sampai terjadi juga pencemaran akibat kecelakaan atau kecerobohan maka diperlukan peraturan untuk usaha mengurangi sekecil mungkin dampak pencemaran, mulai dari penyempurnaan konstruksi dan kelengkapan kapal ini guna mencegah dan membatasi terjadinya tumpahan, sampai kepada prosedur dari petunjuk yang harus dilaksanakan oleh semua pihak dalam menaggulangi pencemaran yang telah terjadi.

  • 3.  Peraturan untuk melaksanakan peraturan tersebut di atas.
Peraturan prosedur dan petunjuk yang sudah dikeluarkan dan sudah menjadi peraturan Nasional negara anggota wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam membangun, memelihara dan mengoperasikan kapal. Pelanggaran terhadap peraturan, prosedur dan petunjuk tersebut harus mendapat hukuman atau denda sesuai peraturan yang berlaku.

Pemberlakuan Peraturan Pencemaran Laut

Peraturan pencegahan pencemaran laut yang dilaksanakan secara serentak diakui sangat kompleks dan sulit, karena itu marpol Convention diberlakukannya secara bertahap. Dimulai dariTanggal 2 Oktober 1983 untuk Annex I (oil). Disusul dengan Annex II (Noxious Liquid Substances in Bulk) tanggal 6 April 1987. Disusul kemudian Annex V (Sewage), tanggal 31 31 Desember 1988, dan Annex III (Hamful Substances in Package) tanggal 1 juli 1982. Sisa Annex IV (Garbage) yang belum berlaku Internasional sampai saat ini.

Definisi dan Kategori Bahan Kimia Menurut MARPOL

Definisi dan Kategori Bahan Kimia Menurut MARPOL

Definisi Bahan Pencemar

Bahan-bahan pencemar yang berasal dari sebuah kapal yaitu terdiri dari muatan yang dimuat oleh kapal tersebut, bahan bakar yang digunakan untuk alat Permesinan dan alat lain di atas kapal dan hasil atau akibat dari kegiatan lain di atas kapal yang menimbulkan seperti sampah dan segala bentuk kotoran lain.

Definisi bahan-bahan pencemar yang dimaksud berdasarkan MARPOL 73/78 dibagi menjadi beberapa bagian adalah sebagai berikut :
  1. Minyak merupakan semua jenis minyak bumi seperti minyak mentah (crude oil) bahan bakar (fuel oil), kotoran minyak (sludge) dan minyak hasil penyulingan (refined product)
  2. Naxious liquid substances. yaitu barang cair yang beracun dan berbahaya hasil produk kimia yang diangkut dengan kapal tanker khusus (chemical tanker)

Kategori Bahan Kimia Menurut Marpol

Bahan kimia menurut Marpol 73/78 yang dimaksud dibagi dalam 4 kategori (A,B,C, dan D) berdasarkan derajad toxic dan kadar bahayanya.

  • Kategori A
Kategori A ini Sangat berbahaya (major hazard). Karena itu muatan termasuk bekas pencuci tanki muatan dan air balas dari tanki muatan tidak boleh dibuang ke laut.

  • Kategori B         
Kategori B ini Cukup berbahaya. Kalau sampai tumpah ke laut memerlukan penanganan khusus (special anti pollution measures).

  • Kategori C
Kategori C ini Kurang berbahaya (minor hazard) memerlukan bantuan yang agak khusus.
 
  • Kategori D
Kategori D ini Tidak membahayakan, membutuhkan sedikit perhatian dalam menanganinya.

Dampak Pencemaran Di Laut

Dampak pencemaran yang diakibatkan oleh barang beracun dan berbahaya terutama minyak bilah mencemari laut akan berpengaruh terhadap :
  1. Dampak ekologi
  2. Tempat rekreasi
  3. Lingkungan Pelabuhan dan Dermaga
  4. Instalasi Industri
  5. Perikanan
  6. Binatang Laut
  7. Burung Laut
  8. Terumbu Karang dan Ekosistim
  9. Tumbuhan di pantai dan Ekosistim
  10. Daerah yang dilindung dan taman laut

Pemberlakuan Marpol Convention

Peraturan pencegahan pencemaran laut ini diakui begitu kompleks dan sulit dilaksanakan secara serentak, karena itu marpol Convention diberlakukan secara bertahap. Tanggal 2 Oktober 1983 untuk Annex I (oil). Disusul dengan Annex II (Noxious Liquid Substances in Bulk) tanggal 6 April 1987.

Disusul kemudian Annex V (Sewage), tanggal 31 31 Desember 1988, dan Annex III (Hamful Substances in Package) tanggal 1 juli 1982. Sisa Annex IV (Garbage) yang belum berlaku Internasional sampai saat ini.

Annex I MARPOL 73/78 yang memuat peraturan untuk mencegah pencemaran oleh tumpahan minyak dari kapal sampai 6 Juli 1993 sudah terdiri dari 23 Regulation.
  1. Hamfull substances Adalah barang-barang yang dikemas karna membahayakan lingkungan kalau sampai jatuh ke laut.
  2. Sewage. Adalah kotoran-kotoran dari toilet, WC, urinals, ruangan perawatan, kotoran hewan serta campuran dari buangan tersebut. 
  3. Garbage Adalah tempat sampah-sampah dalam bentuk sisa barang atau material hasil dari kegiatan di atas kapal atau kegiatan normal lainnya di atas kapal.

Isi Peraturan Marpol 73/78

MARPOL Convention 73/78 Consolidated Edition 1997 yang memuat peraturan,  International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara, Protocol of 1978,    Protocol I dan Protocol II mengenai Arbitrasi

Isi Peaturan Marpol

Peraturan mengenai pencegahan berbagai jenis sumber bahan pencemaran lingkungan maritim yang datangnya dari kapal dan bangunan lepas pantai diatur dalam MARPOL Convention 73/78 Consolidated Edition 1997 yang memuat peraturan.

1. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973.

Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh Negara anggotanya seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi bagian dari peraturan dan perundang-undangan Nasional.

2. Protocol of 1978

Merupakan peraturan tambahan “Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP)” bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan pencegahan pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi.

Karena itu peraturan dalam MARPOL Convention 1973 dan Protocol 1978 harus dibaca dan diinterprestasikan sebagai satu kesatuan peraturan, Protocol of 1978, juga memuat peraturan mengenai :

  • Protocol I

Kewajiban untuk melaporkan kecelakaan yang melibatkan barang beracun dan berbahaya. Peraturan mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan kecelakaan kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta untuk membuat petunjuk untuk membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang dimuat dalam Annex Protocol I.

Sesuai Article II MARPOL 73/78 Article III “Contents of report” laporan tersebut harus memuat keterangan :
  • Mengenai identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran.
  • Waktu, tempat dan jenis kejadian
  • Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah
  • Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan
Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap insiden yang terjadi pada kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan atau buangan barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal karena kecelakaan atau untuk kepentingan menyelamatkan jiwa manusia sesuai petunjuk dalam Protocol dimaksud.

  • Protocol II mengenai Arbitrasi

Berdasarkan Article 10”setlement of dispute”. Dalam Protocol II diberikan petunjuk menyelesaikan perselisihan antara dua atau lebih Negara anggota mengenai interprestasi atau pelaksanaan isi konvensi. Apabila perundingan antara pihak-pihak yang berselisih tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari mereka dapat mengajukan masalah tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan berdasarkan petunjuk dalam Protocol II konvensi.
Selanjutnya peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut oleh berbagai jenis bahan pencemar dari kapal dibahas daam Annex I s/d V MARPOL 73/78, berdasarkan jenis masing-masing bahan pencemar sebagai berikut :
  1. Annex I  Pencemaran oleh minyak Mulai berlaku 2 Oktober 1983
  2. Annex II Pencemaran oleh Cairan Beracun (Nuxious  Substances) dalam bentuk Curah Mulai berlaku 6 April 1987
  3. Annex III Pencemaran oleh barang Berbahaya (Hamful Sub-Stances) dalam bentuk  Terbungkus Mulai berlaku 1 Juli 1991
  4. Annex IV Pencemaran dari kotor Manusia /hewan (Sewage)
  5. diberlakukan 27 September 2003
  6. Annex V  Pencemaran Sampah Mulai berlaku 31 Desember 1988
  7. Annex VI  Pencemaran udara  belum diberlakukan
  8. Peraturan MARPOL Convention 73/78 yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, baru Annex I dan Annex II, dengan Keppres No. 46 tahun 1986.

Kewajiban Tiap Negara Anggota Marpol 73/78

Kewajiban Tiap Negara Anggota Marpol 73/78
CARA UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN DALAM MARPOL 73/78

Persetujuan suatu Negara anggota untuk melaksanakan MARPOL 73/78 diikuti dengan tindak lanjut dari Negara tersebut di sektor-sektor : Pemerintah, Administrasi bidang hukum, Administrasi bidang maritim, Pemilik kapal, Syahbandar (port authorities) berikut penjelasnbya:

  • Pemerintah

Kemauan politik dari suatu Negara untuk meratifikasi MARPOL 73/78 merupakan hal yang fundamental. Dimana kemauan politik itu didasarkan pada pertimbangan karena :
  1. Kepentingan lingkungan maritim di bawah yurisdiksi Negara itu.
  2. Keuntungan untuk pemilik kapal Negara tersebut (Kapal-kapalnya dapat diterima oleh dunia Internasional).
  3. Keuntungan untuk ketertiban di pelabuhan Negara itu (dapat mengontrol pencemaran) atau
  4. Negara ikut berpartisipasi menjaga keselamatan lingkungan internasional.
Pertimbangan dan masukan pada Pemerintah untuk meretifikasi konvensi diharapkan datang dari badan administrasi maritim atau badan administrasi lingkungan dan dari industri maritim.

Dalam konteks ini harus diakui bahwa Negara anggota MARPOL 73/78 menerima tanggung jawab tidak membuang bahan pencemar ke laut, namun demikian di lain pihak mendapatkan hak istimewa, perairannya tidak boleh dicemari oleh Kapal Negara anggota lain. Kalau terjadi pencemaran di dalam teritorial mereka, mereka dapat menuntun dan meminta ganti rugi. Negara yang bukan anggota tidak menerima tanggung jawab untuk melaksanakan peraturan atas kapal-kapal mereka, jadi kapal-kapal-kapal mereka tidak dapat dituntut karena tidak memenuhi peraturan (kecuali bila berada di dalam daerah teritorial Negara anggota).

Namun demikian harus diketahui pula bahwa Negara yang tidak menjadi anggota berarti kalau pantainya sendiri dicemari, tidak dapat memperoleh jaminan sesuai MARPOL 73.78 untuk menuntut kapal yang mencemarinya.

  • Administrasi hukum

Tugas utama dari Administrasi hukum adalah bertanggung jawab memberlakukan peraturan yang dapat digunakan untuk melaksanakan peraturan MARPOL 73/78. Untuk memudahkan pekerjaan Administrasi hukum sebaiknya ditempatkan dalam satu badan dengan Administrasi maritim yang diberikan kewenangan meratifikasi, membuat peraturan dan melaksanakannya.

Agar peraturan dalam MARPOL 73/78 mempunyai dasar hukum untuk dilaksanakan, maka peraturan tersebut harus diintegrasikan ke dalam sistim perundang-undangan Nasional. Cara pelaksanaannya sesuai yang digambarkan dalam diagram berikut.

  • Administrasi maritim

Administrasi maritim yang dibentuk pemerintah bertanggung jawab melaksanakan tugas administrasi pemberlakuan peraturan MARPOL 73/78 dan konvensi-konvensi maritim lainnya yang sudah diratifikasi. Badan ini akan memberikan masukan pada Administrasi hukum dan Pemerintah di satu pihak dan membina industri perkapalan dari Syahbandar dipihak lain yang digambarkan dalam diagram berikut.

Tugas dari Administrasi maritim ini adalah melaksanakan MARPOL 73/78 bersama-sama dengan beberapa konvensi maritim lainnya. Disarankan untuk meneliti tugas-tugas tersebut guna identifikasi peraturan-peraturan yang sesuai dan memutuskan bagaimana memberlakukannya.

  • Pemilik Kapal

Pemilik kapal berkewajiban membangun dan melengkapi kapal-kapalnya dan mendiidk pelautnya, perwira laut untuk memenuhi peraturan MARPOL 73/78. Konpetensi dan ketrampilan pelaut harus memenuhi standar minimun yang dimuat dalam STCW-95 Convention.

  • Syahbandar (Port Authorities)

Tugas utama dari Syahbandar adalah menyediakan tempat penampungan buangan yang memadai sisa-sisa bahan pencemar dari kapal yang memadai. Syahbandar juga bertugas untuk memantau dan mengawasi pembuangan bahan pencemar yang asalnya dari kapal berdasarkan peraturan Annexes I, II, IV dan V MARPOL.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA ANGGOTA MARPOL 73/78

  1. Menyetujui MARPOL 73/78 – Pemerintah suatu negara
  2. Memberlakukan Annexexes I dan II – Administrasi hukum / maritim
  3. Memberlakukan optimal Annexes dan melaksanakan – Administrasi hukum / maritim.
  4. Melarang pelanggaran – Administrasi hukum / maritim
  5. Membuat sanksi – Administrasi hukum / maritim
  6. Membuat petunjuk untuk bekerja – administrasi maritim
  7. Memberitahu Negara-negara yang bersangkutan – administrasi maritim.
  8. Memberitahu IMO – Administration maritim
  9. Memeriksa kapal – Administrasi maritim
  10. Memonitor pelaksanaan – Administrasi maritim
  11. Menghindari penahanan kapal – Administrasi kapal
  12. Laporan kecelakaan – Administrasi maritim / hukum
  13. Menyediakan laporan dokumen ke IMO (Article 11) – Administrasi maritim
  14. Memeriksa kerusakan kapal yang menyebabkan pencemaran dan melaporkannya – Administrasi maritim.
  15. Menyediakan fasilitas penampungan yang sesuai peraturan – Administrasi maritim.